Keutamaan
Bulan Rajab
Dari
Dari Abu Bakrah Nufai' bin Harits ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “
Sesungguhnya
zaman
telah berputar seperti keadaannya pada saat Allah menciptakan langit dan bumi.
Satu
tahun
adalah dua belas bulan. Diantaranya terdapat empat bulan suci. Tiga bulan
berurutan,
(yaitu)
dzulqa'dah, dzulhijjah dan muharram. Sedangkan satu lagi adalah Rajab
mudhar, yang
terletak
antara jmuadil akhir dengan sya'ban.” (Muttafaqun Alaih)
Terdapat
beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits ini. Diantara hikmah-hikmah
tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Bahwa bulan rajab merupakan salah satu bulan-bulan haram/
muharram, yaitu
bulan-bulan
yang dimuliakan Allah SWT atau sebagai bulan-bulan yang suci.
Hadits
di atas menggambarkan bahwa terdapat empat bulan-bulan haram, dimana tiga
bulan
diantaranya adalah bulan-bulan yang berurutan (yaitu dzulqa'dah, dzulhijjah dan
muharram),
serta ada satu bulan yang terpisah, yaitu bulan Rajab. Hadits di atas
sekaligus
menguatkan makna firman Allah SWT berikut :
Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu
Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan)
agama
yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat
itu, dan
perangilah
kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya;
dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah :
36)
2.
Bahwa riwayat tidak dijelaskan secara lebih mendalam mengenai makna
dari
kekhususan
bulan-bulan haram tersebut. Hanya terdapat
keterangan yang
menggambarkan
bahwa dahulu orang-orang jahiliyah mengabaikan bulan-bulan haram
ini,
dengan melakukan peperangan padahal seharusnya mereka tidak boleh
melakukannya
di bulan-bulan tersebut. Lalu mereka menjadikan bulan-bulan berikutnya
menjadi
bulan-bulan haram, sebagai pengganti bulan haram yang mereka berperang di
dalamnya.
Dalam kitab Nuzhatul Muttaqin dijelaskan,
“Pada masa jahiliyah, jika mereka
ingin
perang di bulan suci, mereka tetap saja berperang di bulan itu, lalu menjadikan
bulan
sesudahnya sebagai bulan suci. Misal, mereka ingin perang dibulan Rajab, maka
mereka
melaukan perang di bulan itu tanpa mengindahkan kesucian bulan Rajab, lalu
menggantinya
dengan bulan Sya'ban. Islam tidak membenarkan tindakan semacam ini,
sekaligus
menegaskan bahwa ada empat bulan suci.” (Nuzhatul Muttaqin, Juz 1 hal 186)
3.
Dalam bulan-bulan haram (yang dimuliakan) ini, tersirat adanya
anjuran untuk
memperbanyak
amal shaleh: Diantara isyarat tersebut, datang dari riwayat
Mujibah
Al-Bahiliyah,
menceritakan dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada
ayahnya
(Al-Bahily), “Puasalah di bulan yang penuh dengan
kesabaran (ramadhan) dan
satu
hari setiap bulan.” Ia berkata, “Tambahkanlah buat saya, karena saya
benar-benar
kuat.”
Beliau bersabda, “Puasalah dua hari setiap bulan”. Ia
berkata, “Tambahkanlah
buat
saya, karena saya benar-benar kuat.” Beliau bersabda, “Puasalah
tiga hari setiap
bulan.”
Ia berkata, “Tambahkanlah buat saya.” Beliau
bersabda, “Puasalah di bulanbulan
yang
disucikan (bulan-bulan haram) : tiga hari puasa (sambil merapatkan tiga jari
beliau)
dan tiga hari berbuka (sambil melepaskan tiga jari yang dirapatkan). Puasalah
di
bulan-bulan
yang disucikan : tiga hari puasa (sambil merapatkan tiga jari beliau) dan
tiga
hari berbuka (sambil melepaskan tiga jari yang dirapatkan). Puasalah di
bulan-bulan
yang
disucikan : tiga hari puasa (sambil merapatkan tiga jari beliau) dan tiga hari
berbuka
(sambil melepaskan tiga jari yang dirapatkan)” (HR.
Abu Daud)
4.
Hadits ini (Al-Bahily, poin 3) menggambarkan tentang adanya
anjuran
melaksanakan
puasa sunnah secara umum dan tidak menunjukkan adanya
anjuran
untuk melaksanakan puasa sunnah secara khusus di bulan Rajab,
(menurut
sebagian ulama). Karena dilihat dari teks haditsnya, gambaran yang
Rasulullah
SAW berikan kepada Al-Bahily adalah anjuran untuk melaksanakan puasa
secara
umum dan tidak ada pengkhususan berpuasa di bulan Rajab. Namun sebagian
ulama
lainnya menganggap bahwa ungkapan Rasulullah SAW dalam hadits di atas
merupakan
satu anjuran untuk melaksanakan puasa sunnah secara khusus di bulanbulan
haram,
termasuk di bulan Rajab. Dalam riwaya lainnya disebutkan :
Dari
Utsman bin Hakim ra, aku bertanya kepada Sa'id bin Jubair tentang puasa Rajab,
sedangkan
kami
ketika itu berada di bulan Rajab. Beliau (Sa'id bin Jubair ra) berkata, aku
mendengar Ibnu
Abbas
ra berkata, bahwa Rasulullah SAW itu berpuasa sehingga seolah-oleh beliau tidak
pernah
berbuka.
Dan beliau selalu senantiasa berbuka sehingga seolah-olah tidak berpuasa.” (HR.
Muslim)
5.
Memang terdapat beberapa riwayat yang menggambarkan adanya
anjuran
untuk
melakukan puasa sunnah di hari-hari tertentu di bulan Rajab, dengan
penggambaran
memiiki fadhilah yang sangat besar, namun umumnya riwayatriwayat
tersebut
adalah riwayat yang sangat dha'if, atau bahkan maudhu'
(palsu).
Sehingga
apabila kita hendak melaksanakan puasa sunnah di bulan Rajab, maka
berpuasalah
sebagaimana puasa di bulan-bulan lainnya, seperti pada hari senin & kamis,
atau
pada ayyamul baid (tanggal
13, 14 & 15 Rajab). Karena bagaimanapun juga,
berpuasa
sunnah memiliki keutamaan tersendiri, sebagaimana yang digambarkan
Rasulullah
SAW dalam hadtis Al-Bahily (poin 3) yang bahkan adanya anjuran
melaksanakan
puasa sunnah di bulan-bulan haram.
6.
Terdapat doa yang umumnya dilafalkan ketika memasuki bulan Rajab,
seperti
doa
berikut :
Ya
Allah, berikanlah kami keberkahan di bulan Rajab dan Sya'ban serta sampaikanlah
(usia kami),
hingga
bulan ramadhan.
Dilihat
secara riwayat, hadits ini merupakan hadits dha'if yang diriwayatkan oleh Al-
Bazzar.
Karena diantara perawinya terdapat Za'idah bin Abi Ar-Riqad. Sedangkan ia
dikatakan
oleh Imam Bukhari sebagai perawi yang munkar.
Jamaah ahli hadits juga
menjahalkannya,
artinya bahwa, Zaidah bin Abi Ar-Riqad ini majhul (tidak
diketahui),
demikian
dikatakan oleh Imam Al-Haitsami dalam kitab Majma'
Zawa'id. Oleh karena
itulah
sebagian kalangan tidak mau mengamalkan hadits ini, dikarenakan haditsnya
dha'if.
Namun sebagian lainnya masih mengamalkan, dengan alasan bahwa riwayat
tersebut
hanya doa, dan doa (khususnya yang tidak terkait langsung dengan ibadah)
merupakan
hal yang dianjurkan, terlebih-lebih manakala isi dari doa tersebut hanya
meminta
kebaikan dan keberkahan di bulan Rajab dan sya'ban, serta agar disampaikan
usia
kita ke bulan Ramadhan. Penulis melihat bahwa apabila doa ini dilafalkan hanya
untuk
meminta kebaikan bulan Rajab dan Sya'ban, serta agar usia kita disampaikan
hingga
ke bulan ramadhan, maka itu boleh saja. Karena kandungan doa tersebut adalah
baik.
Yang tidak boleh adalah, adanya keyakinan bahwa membaca doa ini sebagai satu
keharusan
untuk dibaca pada bulan Rajab.
Wallahu
A’lam Bis Shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar